: Welcome To My Blog

Senin, 24 Maret 2014

Penggabungan Usaha dan kontribusi relatif perusahaan yang bergabung



Penggabungan usaha adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan (entitas – entitas) dimana satu perusahaan bergabung atau memperoleh kendali atas perusahaan lain. Ada beberapa sifat penggabungan usaha yaitu :
1.      Horizontal integration
Penggabungan perusahaan – perusahaan dalam lini usaha atau pasar yang sama, misal perusahaan consumer produk bergabung dengan consumer produk juga.
2.      Vertical integration
Penggabungan dua atau lebih perusahaan dengan operasi yang berbeda – beda secara berturut – turut, tahapan produksi atau distribusi yang sama.
3.      Conglomeration
Penggabungan perusahaan – perusahaan dengan produk dan atau jasa yang tidak saling berhubungan dan bermacam – macam. Suatu perusahaan melakukan diversifikasi untuk mengurangi resiko yang ada pada lini usaha tertentu atau untuk mengimbangi perubahan penghasilan seperti kegunaan akusisi pada perusahaan manufaktur.

Alasan – alasan penggabungan Usaha
Jika perluasan adalah sasaran utam adari perusahaan, mengapa usaha diperluas melalui penggabungan dan bukan melalui kontruksi fasilitas – fasilitas baru? Ada beberapa alasan memilih penggabungan usaha:
1.      Manfaat biaya (cost adventage)
Lebih murah bagi perusahaan untuk memilih fasilitas yang dibutuhkan melalui pengembangan.
2.      Resiko lebih rendah (Lower risk)
Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya lebih kecil resikonya dibanding dengan pengembangan produk baru dan pasarnya.
3.      Penundaan operasi dan pengurangan (Fewer operating delays)
Fasilitas – fasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan usaha dapat diharapkan untuk segera beroperasi dan memenuhi peraturan yang berhubungan dengan lingkungan dan peraturan pemerintah yang lainnya.
4.      Mencengah pengambilalihan
5.      Akusisi harta tidak berwujud
Dari segi hukum penggabungan usaha dibagi menjadi :
1    .  Merger
Penggabungan usaha dengan cara satu perusahaan membeli perusahaan lain yang kemudian perusahaan yang dibelinya tersebut menjadi anak perusahaan atau dibubarkan. Perusahaan yang dibelinya sudah tidak mempunyai status hukum lagi dan yang mempunyai status hukum adalah perusahaan yang membelinya.
2.      Konsolidasi
Merupakan bentuk lain dari merger, penggabungan usaha dengan cara satu perusahaan bergabung dengan perusahaan lain membentuk satu perusahaan baru.
3.      Afiliasi
Penggabungan usaha dengan cara membeli sebagian saham atau seluruh saham perusahaan lain untuk memperoleh hak pengendalian.

Metode Akuntansi untuk penggabungan usaha :
1.      Metode penyatuan kepemilikan
Dalam metode penyatuan kepemilikan, diasumsikan bahwa kepemilikan perusahaan – perusahaan yang bergabung adalah satu kesatuan dan secara relatif tetap tidak berubah pada entitas yang baru. Pada metode penyatuan, aktiva dan kewajiban dari perusahaan – perusahaan yang bergabung dimasukkan dalam entitas gabungan sebesar nilai bukunya.
2.      Metode pembelian
Metode pembelian didasarkan pada asumsi bahwa penggabungan usaha merupakan suatu transaksi yang salah satu entitas memperoleh aktiva bersih dari perusahaan – perusahaan yang bergabung. Berdasarkan metode ini perusahaan yang memperoleh atau membeli mencatat aktiva yang diterima dan kewajiban yang ditanggung sebesar nilai wajarnya.

    Manfaat penggabungan usaha :
1.      Memperluas pasar
2.      Meningkatkan efisiensi perusahaan
3.      Menghindari akusisi perusahaan lain
4.      Menghindari persaingan dengan perusahaan lain


Tugas Review Jurnal Analisis Laporan Keuangan



“Analisis Pengungkapan (Disclosure) Laporan Keuangan Perusahaan Pembiayaan”
Karya : Intan Herlina Oktaviani & Dwi Martani

-    A.    Identitas Jurnal
Jurnal yang direview adalah sebuah jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, di tulis oleh Intan Herlina Oktaviani (Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) dan Dwi Martani (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia). Jurnal yang berjudul “Analisis Pengungkapan Laporan Keuangan Perusahaan Pembiayaan” diterbitkan pada tahun 2006 volume 3 nomor 2 dengan rentang halaman 239-260.
-   B.     Latar Belakang
            Perkembangan sektor jasa keuangan dalam dekade tahun 2000 yang sangat pesat menuntut industri jasa keuangan harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat terhadap jasa pelayanan keuangan yang sangat kompleks. Perkembangan industri jasa pembiayaan, sebagai salah satu dari jasa keuangan secara keseluruhan telah mampu menjadikannya sebagai suatu industri yang cukup menonjol disektor ini. Industri ini memiliki kemampuan untuk menyediakan dana bagi masyarakat yang memerlukan sumber dana pembiayaan baik untuk keperluan investasi, modal kerja, atau untuk barang yang akan dipakai sendiri (konsumsi). Jasa pembiayaan untuk masyarakat terdiri dari sewa guna usaha(leasing), kartu kredit atau pembiayaan konsumen. Karena adanya perkembangan industri pembiayaan yang pesat tersebut mengharuskan industri jasa pembiayaan menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan wujud peran serta dalam peningkatan laporan keuangan dapat dilihat dari pengungkapan laporan keuangan. Maka sejauh mana informasi yang dapat diperoleh akan sangat tergantung pada sejauh mana tingkat analisis pengungkapan laporan keuangan yang bersangkutan. Karena laporan keuangan merupakan alat utama para manajer untuk menunjukkan efektivitas pencapaian tujuan dan untuk melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam suatu organisasi.m ada beberapa ketentuan – ketentuan yang mengatur pengungkapan informasi yang harus disampaikan perusahaan pembiayaan antara lain mengenai rincian aktivitas pembiayaan dan aktivitas pendanaan perusahaan.

   C.    Tujuan
Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengungkapan laporan keuangan perusahaan pembiayaan apakah telah sesuai dan bagaimana rata – rata tingkat pengungkapan berdasarkan ukuran perusahaannya.

-  D.    Rumusan Masalah
Dalam suatu penelitian diperlukan suatu Hipotesis (Dugaan Sementara) dan penulis akan mereview hipotesis apa saja yang digunakan dalam penulisan jurnal ini :
1.         Perbedaan rata – rata tingkat pengungkapan antara perusahaan publik dan nonpublik.
2.         Perbedaan rata – rata tingkat pengungkapan berdasarkan ukuran perusahaan.
3.         Perbedaan rata – rata tingkat pengungkapan antara perusahaan berukuran besar atau kecil.
4.         Perbedaan rata – rata tingkat pengungkapan berdasarkan profitabilitas.
5.         Pengaruh perusahaan publik dan nonpublik.

-   E.     Metode Penelitian
1.      Populasi dan Sample
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan pembiayaan yang masih mempunyai izin dalam bidang pembiayaan serta masih aktif melakukan kegiatan pembiayaan dan melaporkan kegiatannya ke Departemen Keuangan. Sample dipilih dengan metode purposive random sampling dengan kriteria perusahaan – perusahaan tersebut menyampaikan laporan keuangan kepada Biro Perbankan,Pembiayaan dan Penjaminan.
Dan syarat minimal laporan keuangan yang dijadikan sample adalah 10% dari populasi. Total sample yang di teliti oleh penulis adalah 23 perusahaan data diambil dari tahun 2003-2004 .
2.      Rancangan Disclosure Checklist
Untuk mengetahui tingkat pengungkapan laporan keuangan       dibuatlah suatu disclosure cheklist yang berisi item – item yang seharusnya disajikan dalam Laporan Keuangan. Disclosure cheklist untuk riwayat perusahaan, dasar akuntansi, modal saham, sedangkan disclosure cheklist untuk aktiva penanaman sewa guna usaha, tagihan kartu kredit, tagihan piutang pembiayaan konsumen penulis ambil dari PSAK dan Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan.
3.      Variabel – Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat pengungkapan informasi pada laporan keuangan perusahaan pembiayaan, terdiri dari Status (variabel dummy) yaitu status perusahaan publik dan non publik. Status perusahaa publik diberi kode 1, dan non publik diberi kode 0, ukuran perusahaan dan tingkat profitabilitas.


F.   Hasil analisis kecukupan pengungkapan

  

        Grafik diatas memperlihatkan tingkat pengungkapan pada tahun 2004 tidak mengalami perubahan yang signifikan. Rata – rata tingkat pengungkapan pada tahun 2003 adalah 78,22% sedangkan pada tahun 2004 adalah 79,43%. Perubahan tingkat pengungkapan disebabkan karena perusahaan tidak go publik. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa disclosure tertinggi dicapai oleh ADMF, peringkat berikutnya PT. L dan PT. G.


Hasil Analisis Uji Rata – Rata


      G.   Kesimpulan
1.      Rata – rata tingkat pengungkapan atas informasi pada laporan keuangan perusahaan pembiayaan adalah 78,35%.
2.      Terdapat perbedaan rata – rata tingkat pengungkapan laporan keuangan berdasarkan status perusahaan.
3.      Faktor status perusahaan, ukutan perusahaan dan tingkat profitabilitas secara bersama – sama mempengaruhi secara signifikan tingkat pengungkapan pada laporan keuangan.